Published On: 26 April 2024By Categories: BeritaViews: 14

Kotawaringin Timur – Salah satu program pemerintah Indonesia pada nawacita ketiga adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Dengan 75.265 desa berdasarkan data Indeks Desa Membangun (IDM) pencapaian target capaian tersebut menjadi tantangan yang lain seperti ketimpangan sumber daya yang tersedia di wilayah perdesaan, perbedaan karakteristik wilayah desa, budaya, masyarakat yang homogen, dan berbagai hal lainnya. Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka tujuan pembangunan desa dan kawasan perdesaan tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup, tetapi juga untuk menanggulangi kemiskinan. Pembangunan desa lebih kompleks dibandingkan dengan kota, karena setiap desa memiliki karakteristik, potensi, nilai, budaya, dan masyarakat yang homogen. Kondisi tersebut mengimplikasikan bahwa untuk mempercepat tercapainya tujuan pembangunan desa tidak dapat dilakukan sendiri oleh desa, pemerintah desa, atau masyarakat desa saja. Dibutuhkan, kerja sama, kolaborasi, dan sinergitas yang baik antara beberapa stakeholder seperti pemerintah, swasta, akademisi, masyarakat, media, dan pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu Pusat Pengembangan Kebijakan PDDTT mengambil tema pada penyusunan policy brief nya yaitu “Model Colaborative Governance Dalam Pengembangan Kerja Sama Desa di Kabupaten Kotawaringin Timur.

Tim Kerja Pembangunan Desa dan Perdesaan Pusbangjak PDTT telah melaksanakan pengambilan data lapangan pada tanggal 23-26 April 2024 dalam rangka penyusunan policy brief model collaborative governance dalam pengembangan kerja sama desa di Kabupaten Kota Waringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Dalam pengambilan data lapangan tim melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) terkait bentuk collaborative governance dalam pengembangan kerja sama desa di Universitas Palangka Raya (UPR). Adapun narasumber dari FGD ini yaitu Dr. M. Doddy Syahirul Alam, S.E., M.Si. selaku dosen Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPR. Selain melaksanakan FGD tim juga melakukan pengambilan data lapangan di 2 desa yang 90% masyarakatnya hidup dari kelapa sawit yaitu Desa Karang Tunggal, dan Desa Beringin Jaya Tunggal, Kecamatan Paranggean, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Kedua desa tersebut sudah mengantongi sertifikasi RSPO dan ISPO. Dengan adanya sertifikasi ini pemilik Kebun Sawit Rakyat (KSR) memiliki kepastian hukum dalam menjalankank usahanya, selain itu kualitas produk yang dihasilkan lebih baik sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Adanya sertifikasi RSPO dan ISPO juga menggambarkan komitmen desa dalam mengurangi dampak usaha sawit kepada lingkungan seperti mengolah kembali limbah dari hasil pengolahan sawit.

Dalam proses sertifikasi ini tentunya tidak bisa dilakukan sendiri, desa harus membangun kerjasama dengan stakeholder disekitarnya. Adapun beberapa peran stakeholder terkait antara lain, pihak swasta memiliki peran dalam memfasilitasi kebun sawit rakyat agar memiliki STDB, sertifikat ISPO dan/atau RSPO tanpa biaya sedikitpun salah satunya dengan melakukan pendampingan dengan menempatkan staf lapangan secara live in, tinggal bersama dan berinteraksi dengan masyarakat, sehingga dapat lebih intensif untuk menjelaskan mengenai pentingnya STDB dan perlunya pemetaan kebun sawit rakyat. Selain itu swasta juga berperan melakukan pegembangan demplot sebagai wahana pembelajaran teknis budidaya kelapa sawit yang baik. Selain swasta Pemerintah Kabupaten juga berperan dalam melaksanakan tata kelola dan sistem layanan STDB yang efektif untuk mendukung penataan kebun sawit rakyat. Peran lainnya dapat dilakukan oleh universitas dengan pelaksanaan salah satu dari tri dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk kegiatan KKN yang memberikan solusi kreatif atas permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat di lapangan. Dengan adanya kerjasama dari berbagai pihak, maka kesenjangan sumber daya yang dimiliki desa dalam mengembangkan potensi desa dapat diminimalisir dan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai.